Gunadarma

Gunadarma
Gunadarma

Jumat, 14 Juni 2013

rensensi film



“Kita sekolah itu cuma nyatet… kongkritnya nyatet… nyatet… dan nyatet… nah film ini yang akan menjadi catatan akhir kita di Sekolah” Arian.

http://adityaadiyatma.files.wordpress.com/2013/06/8d5fb-600full-catatan-akhir-sekolah-poster.jpg?w=287&h=400

Masa sekolah merupakan sebuah tema yang kaya akan cerita apalagi jika diangkat menjadi sebuah film. Tidak hanya film, semua jenis karya entah itu sinema hingga sastra tema ini akan selalu menarik untuk diangkat. Apa alasannya? Tentu saja kerena sebagian besar penonton baik itu Indonesia maupun dunia merasakan senang susah kehidupan disekolah, kesamaan pengalaman inilah yang banyak menarik minat penonton terhadap cerita berlatar sekolah sehingga penonton seolah-olah tidak akan pernah bosan dan pencipta karya pun tak akan pernah habis ide cerita dengan berlatar sekolah. Tema ini lah yang menjadi awal mula naiknya nama sutradara kondang bernama Hanung Bramantyo. Hanung sebenarnya bisa membuat film yang berkualitas, tapi kebiasaannya mengundang sensasi terutama kecanduannya mengangkat tema yang cukup sakral (mengenai agama) membuat saya kurang suka dengan poinnya yang satu ini. Akan tetapi film remaja berjudul Catatan Akhir Sekolah ini bisa dikatakan salah satu master piece Hanung yang bisa kita akui kejeniusannya.
Catatan Akhir Sekolah atau biasa disingkat CAS adalah sebuah film yang disutradari Hanung Bramantyo dan diproduseri Erwin Arnada yang kemudia diproduksi Roxinema. Film ini berkisah tentang tiga anak SMA bernama Agni (Ramon Y Tungka), Arian (Vino G Bastian), dan Alde (Marcel Chandrawinata) yang ingin membuat film documenter sebagai bentuk pembuktian eksistensi mereka disekolah.
Film ini dibuka dengan pertunjukan keahlian sang cameramen merekam segala aktivitas sekolah selama 8 menit tanpacut. Para kru sukses menunjukan kemampuannya, khususnya dalam perancangan tracking camera dimana selama 8 menit itu mereka berhasil merangkum aktivitas anak-anak SMA dimulai dari pertengkaran remaja lelaki gara-gara masalah sepele, percintaan, bullying, keaktifan siswa di organisasi maupun eskul seni, teguran guru terhadap siswa, perbincangan guru, kejar-kejaran, anak cewe ngerumpi, dan masih banyak lagi yang menggambarkan kehidupan sekolah SMA selama 8 menit tanpa henti. Masih mengenai kekaguman terhadap pertunjukan 8 menit tersebut, durasi itu juga sekaligus memberikan gambaran mengenai siapakah ketiga tokoh utama itu, yakni Agni dan Arian, dua sosok yang sangat mendambakan eksistensi di organisasinya masing-masing akan tetapi terlalu bermulut besar tanpa adanya pembuktian, dan juga Alde, anak orang kaya yang digilai banyak wanita tapi malu-malu terhadap cintanya selain itu Alde juga berfungsi sebagai penetralisir ketika Arian dan Agni adu idealisme.
Eksistensi, sesuatu yang didamba-dambakan oleh orang banyak khususnya para remaja yang memiliki semangat berpi-api tak terkecuali trio A, Agni, Arian, dan Alde.  Agni, pendiri eskul film yang tidak diakui oleh para anggota eskul tersebut karena filmnya sulit dimengerti merupakan sosok yang keras kepala. Arian, pengurus mading yang lebih pantas disebut kuncen mading merupakan sosok suka seenaknya sendiri, keras kepala, dan selalu menyalahkan orang lain atas ketidakmampuan dirinya (setipe dengan Agni). Alde, mengikuti eskul band akan tetapi selalu dikritik oleh teman bandnya karena selalu bergaul dengan Agni dan Arian sehingga lupa waktu. Ketiga orang tersebut selalu disepelekan oleh orang lain bahkan seluruh sekolah menjulukinya trio Cupu.
Bermula dari perbincangan mereka ketika sedang nongkrong di mall, mereka mulai menyadari sesuatu bahwa sebentar lagi mereka akan lulus. Menyadari hal itu, mereka bertiga mulai membicarakan kehidupan yang telah mereka alami disekolah mulai dari aib mereka ketika MOS, kekonyolan-kekonyolan mereka, hingga permasalahan tidak diperhitungkannya mereka oleh teman-teman sekolah yang mendorong mereka untuk berbuat sesuatu di prom night agar nama mereka diingat oleh teman-teman.
Akan tetapi, tidak masuknya nama Agni dan Arian dalam panitia prom night membuat mereka marah karena kembali disepelekan, bahkan mereka berdua punya niatan untuk membuat onar ketika prom nightberlangsung. Tapi Alde yang menyadari bakat teman-temannya (sutradara dan penulis) membuat Agni merencanakan sesuatu, yakni membuat film documenter sekolah yang tidak biasa dimana dalam film itu tidak hanya menampilkan hal yang bersifat senang-senang, tapi seluruh kegiatan sekolah dimulai dari yang senang, susah, konyol, busuk, dan banyak lainnya. Mereka berencana memutarkan filmnya pada saat PENSI (Pentas Seni) dimana acara tersebut diselenggarakan oleh anak-anak kelas 2 dan dilangsungkan sebelum acara prom night. Jika sukses maka kejadian itu akan menaikan nama mereka ketika di prom night nanti.
Seperti yang kita duga, dalam proses pembuatan film ini mulai muncul konflik yang berlapis-lapis seperti konsep yang tak kunjung jadi, CLBK yang dialami Agni, pertengkaran Agni dan Arian yang membuat proses pembuat film sempat terhenti, hingga gangguan dari kepala sekolah yang serba mengukur segala sesuatunya dengan duit. Akan tetapi konflik-konflik tadi memberikan pelajaran tersendiri bagi mereka bahwa segala sesuatu yang mereka koar-koarkan hanyalah bualan, mereka selalu menyalahkan orang lain atas ketidak mampuan mereka sendiri.
Akhir dari cerita ini sungguh fantastis, film yang telah mereka buat akhirnya diputar. Hasilnya tidak hanya memukau penonton dalam film, akan tetapi menghibur penonton yang menikmati film ini pula. Film documenter itu rasanya sukses membuat seluruh anak-anak SMA di seluruh Indonesia senyum-senyum sendiri karena akan terasa seperti melihat tingkah kita sendiri. Di dalam film documenter tersebut, trio A sukses membuat konsep yang bagus dan “menangkap” kejadian-kejadian disekolah seperti mencontek, bolos, merokok dibelakang sekolah, melihat gambar porno, ngoclok, kisah cinta malu-malu kucing, cinta suka sama suka, cinta sebelah tangan, keaktifan siswa dalam organisasi dan juga olahraga, siswa yang aktif di mushola, nasehat agar tidak mencontek, kekejaman satpam dalam menghukum, hingga suatu fakta mengejutkan mengenai rekaman suap jual beli nilai antara kepala sekolah dengan salah satu orang tua murid. Berbagai kejutan terjadi diakhir film.
Film ini sangat sukses menyentuh penonton karena tema ini begitu membumi dan memotret realitas yang ada. Realitas dan tidak terlalu didramatisisr, itu lah yang patut dipuji. Seperti yang disebutkan sebelumnya, film ini berhasil membuat kita seperti melihat tingkah kita dalam masa-masa indah SMA. Film ini juga berhasil melihat sisi kreatif remaja SMA dimana dalam film ini digambarkan organisasi sekolah begitu aktif melakukan kegiatan. Film ini memang mengekor kesuksesan AADC? Yang rilis 3 tahun sebelum CAS, akan tetapi hasil yang didapat mampu melampaui keasikan menonton AADC?. Jika AADC mampu membuat puisi menjadi trend, CAS mampu menjadikan trend membuat film documenter sekolah menyebar ke berbagai sekolah menjelang kelulusan.
Catatan Akhir Sekolah rasanya pantas dilabeli sebagai film remaja terbaik diman didalam film ini tidak hanya menonjolkan kekonyolan masa sekolah tapi juga ada nilai-nilai lain yang bisa kita ambil dari film ini.
Rating : 9


NAMA KELOMPOK :
1. RIZKY ADITYA A 16110160
2. MUHAMAD HASBI ASH SHIDIQI 14110129
3. M. FAZLUR RAHMAN 14110164