Gunadarma

Gunadarma
Gunadarma

Kamis, 19 Juni 2014

cerpen 5

TARA BAG II
Cerpen 

Tara menatap wajah itu tak kalah sengaknya, nampaknya dia pernah lihat wajah ini. “Mau apa lo?” tanyanya balik.

Anak tadi agak gentar juga melihat gaya Tara. Ahhh! Tara ingat orang ini yang pernah melawannya dulu, saat masih di SMP. Saat Tara dulu amsih bersama Orang yang kini membuat keluarganya tidak beraturan.
“Santai.., gue ke sini nggak ngajak berantem. Gue Cuma mau memastikan sesuatu.”

Alis Tara berkerut, “Apa?”
“Lo, anak buah Roni kan?” perkataan anak itu layaknya sambaran kilat bagi Tara, karena orang yang disebutkan anak tadi merupakan anak yang sedang dipikirkannya barusan.
“Nggak!” bentak Tara ketus. Ucapan anak itu tanpa sadar membangunkan sisi gelap Tara yang sudah lama terpendam semenjak kedatangan Putra. Roni, adalah orang yang menciptakan sisi gelap Tara itu, yang membuat Tara jadi seperti ini, menjadi Tara yang suka mengisi masa-masa sekolah dengan berkelahi, dan menjadi Tara yang telah menhancurkan keluarganya.

Anak itu langsung berinisiatif untuk meninggalkan Tara sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkannya. Tapi, sebelum itu dia memberikan informasi yang menjawab segala pertanyaan Tara mengenai Putra.
“Yah.., terserah lo mau bilang apa. Tu anak juga udah mati kok sekarang! Gue Cuma mau mastiin aja, anak letoy yang biasanya bareng lo itu adeknya Roni kan?”

Mata Tara terbelalak, “Siapa?”
“Itu, anak letoy yang.., siapa namanya?” tanya anak itu pada teman yang di sebelahnya, “Ini bos, kalau nggak salah huruf awalnya P, Pu.., Pu...,” “Putri?” tanya temannya yang satu lagi. Anak yang dipanggil Bos itu langsung menjitak kepala anak itu, “Dia itu cowok! Tolol!”. “..., Putra Bos!” anak tadi membetulkan ucapannya.
“Nah, iya, Putra! Itu adek Roni kan? Gue kira lo dendam sama Roni gara-gara masalah adek lo! Ternyata lo malah temenan sama adeknya si Roni ya?”
Tara mengepalkan tinjunya.
BHUG!! Anak itu terkapar di jalan.
*******

Hari ini libur nasional, Putra kini sudah siap menjalankan apa yang diamanatkan kakaknya sebelum meninggal sekitar saru tahun yang lalu.
Roni, kakaknya, merupakan biang onar sejak SMP, di manapun dia berada. Ulahnya ini disebabkan oleh orang tuanya yang selalu membandingkan prestasi Putra dengan dia. Hal itu menyebabkan dia frustasi. Dampak dari keonaran Roni adalah banyaknya musuh yang tersebar di seluruh kota, hingga puncaknya saat tawuran besar-besaran antara sekolah Roni dengan sekolah lain menyebabkan Roni mengalami luka parah dan kehilangan banyak darah. Hal itu lah yang menyebabkan Roni meninggal. Sebelum akhir hayatnya, bibir Roni selalu mengulang kata-kata yang sama dengan suara yang selembut angin. Putra yang menyadari hal itu segera mendekatkan telinganya ke mulut Roni dan mendengar. “Se.., la..., mat.., kan..., Di...,dir..., ga.., ghan..., ttara...” secara berulang ulang dan terputus-putus. Putra yang seakan mengerti berkata “Iya kak, aku bantu kakak selamatkan dia.” Lalu membimbing Roni mengucapkan 2 kalimat syahadat dan akhirnya Roni meninggal.

Sebelumnya Putra masih tidak tau apa yang dimaksud kakaknya. Dia tidak tahu siapa itu Dirgantara, dan kenapa kakaknya meminta itu di akhir hayatnya. Tapi demi memenuhi janji kepada kakaknya yang selalu menjadi korban psikologis dari orang tua mereka, Putra mencari tahu siapa itu Tara, mencoba untuk menyelamatkannya dengan caranya, walaupun ia belum tau kenapa ia harus menyelamatkan Tara. Tapi dia tau, Tara ini beda dari teman-teman kakaknya yang lain.
“Kamu jadi pergi Putra?” terdengar suara ibu di ujung tangga. Putra segera beranjak dari kamarnya dan turun ke bawah.
“Iya.” Jawabnya. Setelah sampai di bawah.
“Kamu cobalah tanya apa masalahnya si Tara sama kakakmu itu. Secara tidak langsung saja.” Ujar Ibunya. Ibunya memang tahu masalah ini. Bahkan di awal perjalanan misi ini ibu tidak menyetujuinnya karena Putra rela melepaskan beasiswa di sekolah ternama demi mengejar Tara di SMAN 37. Tapi di sisi lain dia juga merasa bersalah karena sudah menyebabkan anaknya, Roni, masuk ke dunia yang gelap itu, maka akhirnya dia mendukung usaha Putra menjalankan amanat Roni, yang sampai sekarang pun Tara tidak tahu kalau Putra sedang menjalankan amanat Kakaknya untuk menyelamatkannya.
“Iya Bu.” Kata Putra sambil beranjak ke luar rumah. Tiba-tiba dia teringat sesuatu.”Oh iya Bu, tolong jangan suka melihat Tara dengan tatapan sendu itu Bu, nampaknya dia tidak suka.” Ujarnya.”Assalamualaikum.” Putra keluar rumah.
*******

Putra naik angkot menuju kota, biasanya Tara berada di game center di sekitar sana. Benar saja, sesampainya di sana dilihatnya Tara sedang duduk termenung di depan game center. Jarang-jarang, biasanya dia selalu berada di dalam.

Tiba-tiba Tara melihat ke arah Putra, dia berdiri lalu berlari menjauhi Putra. Putra terkejut dan langsung mengejarnya.
“Tara!!” teriakannya tidak dihiraukan. Tara terus berlari dan Putra terus mengejar hingga mereka sampai ke jalan buntu yang sepi. Tara lalu berhenti. Putra memperlambat larinya, nafasnya sudah hampir habis, didekatinya Tara dengan berjalan. ”Tar..,” Putra memegang pundak Tara.
BHUGG!!!

Kejadiannya begitu cepat, tiba-tiba Tara berbalik dan menghantam wajah Putra dengan tinjunya. Putra lantas tersungkur dan merasakan darah yang mengalir di sudut bibirnya.
“Tara..,” entah kenapa Putra tidak kaget dengan perbuatan Tara, yang dia kaget adalah wajah Tara yang terlihat memendam amarah yang amat sangat.
“Kembaliin adek gue!” ucap Tara dengan suara lirih, Putra menatap Tara bingung.
“Maksud lo apa?” tanyanya. Tara menarik kerah baju Putra hingga berdiri.
“SOK NGGAK TAU LO YA! JANGAN SOK MENEBUS DOSA KAKAK LO DEH!” teriak Tara tepat di depan muka Putra dan diiringi pukulan ke wajah Putra. Putra kembali tersungkur. Dia tertegun.
“Dosa kakak gue?”
“IYA! KAKAK KEPARAT LO YANG MENODAI ADEK GUE, MEMBUNUH ADEK GUE DAN MENGHANCURKAN KELUARGA GUE!” Putra terdiam, kakaknya melakukan apa? Tidak sempat berfikir, putra sudah di tarikberdiri oleh Tara.
“Asal lo tau ya! Gue awalnya cuma pengen diperhatikan ORTU GUE! Dan kakak lo yang sok jadi pemberi jalan malah mengambil semua yang ada di GUE!” di tinjunya perut Putra hingga dia terbatuk-batuk. Walaupun seluruh badannya sakit karena serangan Tara, Putra terus berfikir dan menghubung-hubungkan informasi kakaknya yang dia dapatkan dari Tara. Dan mendapatkan suatu hipotesis.
Roni dan Tara dulu satu SMP, karena tidak diperhatikan orang tuanya Tara memutuskan untuk menjadi anak buah kakaknya yang sudah terkenal badung di seentero kota. Namun bukannya perhatian yang dia dapat melainkan kepedihan mendalam yang disebabkan oleh Roni karena dia ’merusak’ adiknya dan memecah keluarga Tara secara tidak langsung.

Putra tertegun dengan analisisnya. Kakaknya begitu kelam.., jahat.., hal itu karena dia. Dan lagi dia tau satu hal, dia tahu kalau Roni menyesal..
“Kakak, gue menyesal..., lo mungkin satu-satunya orang yang bisa dia percaya. Jadi dia berusaha agar orang yang bisa dipercaya bisa selalu berada di sisinya. Tapi tindakannnya salah, lo malah pergi.” ucap Putra lirih. Tara tertegun seketika. Tak pernah terpikir olehnya bahwa Roni akan menyesali perbuatannya. Tidak pernah!
“Nggak mungkin!” ucapnya ketus. Putra menghela napas.
“Yang ngutus gue buat ngeluarin lo dari kehidupan lo yang sekarang tuh kakak gue Tar.., gue nggak pernah tau masalah kalian. Gue baru tau masalahnya dari mulut lo barusan.” Kata-kata Putra sontak menghentikan amarah Tara yang awalnya meletup-letup menjadi menguap bersama hembusan angin. Mereka berdua terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing hingga Putra buka suara.
“Dia menyesal Tar. Kalau lo masih mau balas dendam..., bunuh aja gue!” Tara tersentak, tak disangkanya kata-kata itu keluar dari mulut Putra.

BHUGG! Tara memukul wajah Putra lagi. Hal ini menyebabkan Putra tersungkur untuk kesekian kali karena menerima pukulan yang sama sekali tak disangkanya. Matanya langsung beralih dari tanah ke arah Tara. Putra terkejut kerena yang dilihatnya bukanlah wajah kemarahan lagi, tapi wajah terimakasih.
“Lo mesti gue sadarin dulu! Lo nggak boleh ngikutin jalan pikiran gue!” Tara mengulurkan tangannya untuk membantu Putra berdiri.

Putra menghela napas lega. “Barusan gue kira lo bener-bener mau bunuh gue!” kata-kata Putra membuat Tara tertawa terbahak-bahak.
“Lo kira gue bodoh? Masa orang yang mau menyelamatkan hidup gue, gue biarin mati?” ucap Tara dengan senyum mengembang.
Putra ikut tersenyum. “Tar, tapi gue punya syarat buat lo! Lo mesti ajarin gue cara berantem, soalna feeling gue kehidupan gue bakalan nggak se-flat dulu lagi.”

Tara terdiam, seakan-akan berfikir, “Oke, tapi gue nggak bisa menerima pengkhianatan kedua.” Ucapnya sambil merangkul pundak Putra.
“Lo bisa percaya gue.”

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar